Rabu, 06 Oktober 2010

PENANGANAN DAGING

PRODUKTIF AHP (Teknologi pangan jilid 1)
2.4. Daging

Daging dapat dideskripsikan sebagai sekumpulan otot yang melekat pada kerangka. Daging juga dapat didefinisikan sebagai otot tubuh hewan atau manusia termasuk tenunan pengikatnya (Syarif dan Dradjat, 1977). Bagianbagian lain dari tubuh hewan seperti hati, ginjal, otak, dan jaringan-jaringan otot lainnya yang dapat dimakan masih tergolong dalam pengertian daging. Beberapa jenis hewan yang secara umum dikenal sebagai penghasil daging konsumsi meliputi : Sapi, kerbau, kambing, domba, unggas, dan babi. Hewanhewan lainnya seperti kelinci, kuda, kalkun dan lain-lain juga sering dimanfaatkan untuk diambil dagingnya.

2.4.1 Nilai Gizi Daging
Daging secara umum sangat baik sebagai sumber asam amino esensial, dan mineral-mineral tertentu. Vitamin dan asam-asam lemak esensial tertentu juga terkandung dalam daging. Pada bagian-bagian tertentu dari daging seperti hati dikenal sebagai sumber vitamin-vitamin A,, B1, dan asam nikotinat. Kandungan asam-asam amino di dalam daging segar (fresh meat) dapat dilihat pada tabel II.7. Pada tabel tersebut terlihat bahwa komposisi asam amino esensial seperti leusin, lysin, dan valin daging sapi lebih tinggi dibanding daging babi atau domba. Sedangkan kandungan threoninnya lebih rendah. Perbedaanperbedaan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor seperti letak posisi daging, umur daging dari hewan pada saat disembelih, lingkungan tempat hewan dibudidayakan, genetik, spesies, pakan, stess dan faktor keturunan (breed). Juga dilaporkan bahwa kandungan arginin, valin, metionin, isoleusin, dan phenilalanin meningkat (relatif terhadap konsentrasi asam amino) sejalan dengan bertambahnya umur hewan (Gruhn, 1965, dalam Lawrie, 1991).

Tabel 2.6. Konsentrasi asam amino dalam daging segar pada berbagai jenis hewan

Asam amino Kategori Daging sapi Domba

Isoleusin Esensial 5,1 4,8
Leusin
Lysin
Metionin
Cystin
Phenylalanin Threonin
Triptophan
Valin
Arginin untuk infant Histidin untuk infant Alanin
Asam aspartat
Asam glutamat Glisin
Prolin
Serin
Tirosin Esensial
Esensial
Esensial
Esensial
Esensial
Esensial
Esensial
Esensial
Esensial
Esensial
Non esensial
Non esensial
Non esensial
Non esensial
Non esensial
Non esensial
Non esensial 8,4
8,4
2,3
1,4
4,0
4,0
1,1
5,7
6,6
2,9
6,4
8,8
14,4
7,1
3,8
5,4
3,2 7,4
7,6
2,3
1,3
3,9
4,9
1,3
5,0
6,9
2,7
6,3
8,5
14,4
6,7
3,9
4,8
3,2
Sumber : Lawrie (1991)
Komponen asam-asam amino esensial yang terkandung dalam daging sangat penting dalam menentukan mutu dari nilai gizi protein. Mutu protein sangat dipengaruhi atau sangat ditentukan oleh perbandingan asam-asam amino yang terkandung di dalam protein tersebut. Suatu protein dikatakan bermutu tinggi apabila menyediakan asam-asam amino esensial dalam suatu perbandingan yang menyamai kebutuhan manusia.

2.4.2. Sifat Fisik-Morfologik Daging
Sifat morfologik daging berkaitan dengan aspek-aspek bentuk, ukuran, warna, sifat permukaan, dan susunan. Bentuk daging sekaligus dapat dikaitkan dengan bentuk karkas dan ukurannya. Bentuk karkas sapi misalnya sangat berbeda dari sisi bentuk dan ukurannya jika dibandingkan dangan karkas daging ayam. Tampilan bentuk dan ukuran karkas sapi dan ayam dapat dilihat pada Gambar 2.7 berikut.



Gambar 2.7a Karkas sapi




Gambar 2.7b. Karkas Ayam
Sifat fisik-morfologik lain seperti warna daging juga dapat dikaitkan dengan sifat bentuk dan ukuran, untuk membedakan suatu komoditas. Warna daging sapi secara umum dapat dibedakan dengan warna daging ayam. Warna daging sapi berwarna merah, sedangkan warna daging ayam secara umum berwarna putih. Warna daging dipengaruhi oleh kandungan mioglobin. Mioglobin merupakan pigmen yang menentukan warna daging segar. Kandungan mioglobin yang tinggi menyebabkan warna daging lebih merah dibandingkan dengan daging yang mempunyai kandungan mioglobin rendah. Kadar mioglobin pada daging berbeda-beda dipengaruhi oleh spesies, umur, kelamin, dan akitifitas fisik. Daging dari ternak yang lebih muda lebih cerah dibandingkan warna daging ternak yang lebih tua. Daging dari ternak jantan lebih gelap dibandingkan daging ternak betina. Struktur kimia mioglobin dapat dilihat pada Gambar berikut. Struktur mioglobin terdiri atas sebuah gugusan heme dari sebuah molekul protein globin. Heme dalam mioglobin disebut feroprotoporfirin, karena terdiri atas sebuah porfirin yang mengandung satu atom besi (Fe). Protein globin merupakan sebuah molekul polipeptida yang terdiri atas 150 buah asam amino.



Gambar 2.8. Struktur kimia mioglobin (Lawrie R.A. 1991)
Susunan daging berkaitan dengan struktur daging. Struktur daging hewan secara umum terdiri atas komponen: kulit, serat otot daging, tenunan pengikat, tenunan lemak, pembuluh-pembuluh darah, syaraf, tulang dan tulang rawan.

Kulit
Kulit merupakan lapisan terluar dari struktur daging. Struktur utama kulit terdiri atas 3 lapisan utama, yaitu berturut-turut dari luar adalah epidermis pada permukaan, korium dan subkutis. Lapisan epidermis adalah lapisan tipis sebelah luar dari kulit yang berongga-rongga untuk tumbuhnya rambut. Korium adalah lapisan kedua dari kulit yang terbentuk dari anyaman-anyaman serat kolagen dan elastin. Subkutis terdiri dari tenunan serta kolagen dan elastin yang lebih longgar dan di dalamnya terdapat endapan-endapan lemak. Ukuran, sifat dan banyaknya lemak terdapat dalam lapisan subkutis menentukan ketegangan dan kelembekan kulit (Hidayat dan Adiati, 1977). Sruktur dari kulit dapat dilihat pada gambar berikut




Gambar 2.9. Struktur kulit hewan (Syarief H. 1977)

Serat Otot Daging
Daging dibentuk oleh 2 bagian utama yaitu serat-serat otot berbentuk rambut dan tenunan pengikat. Serat-serat otot daging diikat kuat oleh tenunan pengikat dan menghubungkannya dengan tulang. Bentuk serat-serat otot daging dengan tenunan pengikatnya dapat dilukiskan
seperti pada gambar 2.10.


Gambar 2.10. Penampang otot
Otot daging yang terdapat pada hewan ada 3 macam, yaitu otot daging bergaris melintang, otot
daging halus, dan otot jantung yang mempunyai bentuk khas. Otot daging melintang terdiri atas
sel-sel yang berbentuk silinder yang disebut serat-serat otot. Setiap sel mengandung beberapa inti sel yang terletak dekat dengan bagian luarnya. Serat-serat sel diikat seluruhnya oleh senunan pengikat yang terdiri atas endomisium, perimisium, dan epimisium. Endomisium adalah tenunan pengikat yang mengikat setiap serat-serat otot daging. Perimisium adalah tenunan pengikat yang mengikat gabungan atau bundle beberapa serat otot. Epimisium adalah tenunan pengikat yang menyelimuti seluruh bundel seratserat otot membentuk otot daging.
Ilustrasi lain dari penampang otot daging tersaji pada gambar berikut.




Gambar 2.11. Penampang otot daging (faculty.etsu.edu)
Bagian-bagian dari serat otot daging secara detail dapat dilihat dibawah mikroskop. Serat-serat
otot daging terlihat berupa kumpulan serat-serat kecil panjang dengan garis tengah antara 2-3
mikron yang tersususn sejajar. Serat-serat tersebut dinamakan miofibril. Diseluruh bagian seratserat miofibril terdapat kandungan bahan yang disebut sarkoplasma. Seluruh serat-serat myofibril dibungkus oleh selaput tipis yang disebut sarkolema. Setiap kelompok serat miofibril yang terbungkus sarkolema, satu sama lain diikat dengan tenunan pengikat endomisium. Penampang seratserat otot daging dapat dilihat pada gambar berikut.



Gambar 2.12. Penampang serat otot daging (en.wikibooks.org)
Sel-sel otot daging mengandung campuran kompleks dari protein, lemak, karbohidrat, garam-garam dan gugusan lainnya. Protein yang terdapat dalam serat-serat otot daging terdiri atas aktin dan miosin. Komponen karbohidrat dalam daging terdapat dalam bentuk glikogen.

Tenunan Pengikat
Tenunan pengikat terdiri atas beberapa sel yang agak besar membentuk serat-serat. Tenunan
pengikat bermacam-macam bentuknya, dari mulai yang tipis dan lunak sampai yang tebal dan
kenyal seperti tendon dan ikat sendi atau ligamen. Tendon adalah tenunan pengikat yang menghubungkan otot daging dengan struktur lainnya, misalnya tulang.

Karkas
Istilah karkas dibedakan dari daging. Daging adalah bagian yang sudah tidak mengandung
tulang, sedangkan karkas adalah daging yang belum dipisahkan dari tulang atau kerangkanya. Karkas juga diartikan sebagai hewan setelah mengalami pemotongan, pengkulitan, dibersihkan dari jerohan, dan kaki-kaki bagian bawah juga telah mengalami pemotongan (Syarief H., dan
Dradjat A., 1977). Karkas biasanya juga sudah dipisahkan dari kepala. Menurut FAO/WHO (1974) dalam Muchtadi dan Sugiyono, (1992) pengertian karkas lebih diperjelas lagi yaitu bagian tubuh hewan yang telah disembelih, utuh, atau dibelah sepanjang tulang belakang, yang hanya kepala, kaki, kulit , organ bagian dalam (jeroan), dan ekor yang dipisahkan. Menurut Muchtadi dan Sugiyono, (1992) ada lima tahap yang harus dilalui untuk memperoleh karkas.
Tahap-tahap itu meliputi inspeksi ante mortem, penyembelihan, penuntasan darah, dressing, dan inspeksi pascamortem. Inspeksi ante mortem adalah pemeriksaan penyakit dan kondisi
abnormal ternak sebelum disembelih. Kondisi fisik ternak sebelum disembelih harus bebas dari sakit dan luka, bergizi baik, tidak lapar, tidak stress, cukup istirahat, serta kulit bersih dan kering. Tahap berikutnya baru bisa dilaksanakan apabila hasil dari kegiatan inspeksi ante mortem memenuhi kriteria yang dipersyaratkan. Setelah memenuhi persyaratan, hewan kemudian dilakukan penyembelihan. Penyembelihan dilakukan dengan memotong pembuluh darah, jalan napas, serta jalan makanan. Penyembelihan yang baik dengan mengkondisikan hewan dalam keadaan tenang dan dilakukan secepat mungkin. Biasanya penyembelihan dilakukan di rumah pemotongan hewan (abbatoir) Untuk melakukan penyembelihan secara cepat dapat dilakukan dengan menggunakan peralatan misalnya pisau yang cukup tajam. Faktor-faktor lain yang harus diperhatikan adalah sanitasi tempat, atau lingkungan tempat penyembelihan. Tempat penyembelihan harus dalam keadan bersih. Kondisi tempat atau
lingkungan penyembelihan yang terjaga kebersihannya, sangat menguntungkan untuk mengurangi kontaminasi mikroba. Tahap berikutnya adalah penuntasan darah. Darah dari
rangkaian proses penyembelihan harus semaksimal mungkin dikeluarkan dari daging, karena
darah dapat memicu timbulnya kontaminasi mikroba. Cara penuntasan darah biasanya
dilakukan dengan menggantung hewan yang disembelih sehingga memudahkan darah menetes ke bawah. Penggantungan setelah tahap pemotongan juga memudahkan tahap berikutnya (dressing). Ilustrasi penggantungan hewan setelah penyembelihan dapat dilihat pada gambar berikut



Gambar 2.13. Penggantungan hewan setelah proses penyembelihan

Tahap berikutnya adalah dressing.
Dressing adalah pemisahan bagian kepala, kulit dan jeroan dari tubuh ternak. Kemudian daging berikut tulang dari karkas dilakukan pemotongan dengan tujuan diperoleh potongan-potongan
dengan ukuran yang mudah ditangani. Karkas biasanya dibelah menjadi dua sepanjang garis tengah tulang punggung. Kemudian belahan belahan tersebut dipotong lebih lanjut masing-masing menjadi dua potongan bagian depan (fore quarters) dan dua potongan belakang yang disebut hind quarters. Empat potongan daging quarters tersebut kemudian masing-masing
dipotong lebih lanjut menjadi whole cuts atau prime cuts. Fore quarters dibagi menjadi 4 bagian yaitu bagian atas disebut chuck, dan rib, sedangkan bagian bawah brisket dan shot plat. Bagian
belakang hind quarters dibagi menjadi tiga bagian yaitu bagian pinggang disebut short loin dan
sirloin. Bagian perut disebut flank dan bagian paha disebut round yang didalamnya terdapat rump.
Penampang karkas daging sapi dan daging kambing dengan bagian-bagian potongan daging
dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 2.14. Penampang karkas sapi dengan potongan bagian-bagian daging


Gambar 2. 15. Contoh potonganpotongan bagian short loin dari daging


Gambar 2.16. Penampang karkas kambingdengan potongan bagian-bagian daging





Pembagian potongan dan pemberian nama karkas seringkali berbeda-beda untuk setiap jenis
hewan seperti terlihat pada gambar di atas. Misal pada karkas kambing pada bagian leher dibawah potongan kepala ada bagian yang diberi nama neak. Sedangkan pada karkas sapi ada bagian yang dekat dengan bagian leher diberi nama chuck. Masing-masing potongan daging pada karkas tersebut bermakna karena terkait dengan mutu. Disamping itu masingmasing
potongan mempunyai cirri khas untuk digunakan dalam pengolahan. Potongan-potongan dan pemberian nama pada karkas tersebut lajim dilakukan di Amerika dan Eropa. Untuk Indonesia sendiri seringkali mempunyai nama yang berbeda.

2.4.3. Sifat Fisiologi Daging
Sifat fisiologi daging sangat menarik untuk dipelajari. Terjadinya fenomena-fenomena seperti variasi perubahan tekstur pascapenyembelihan dan pemotongan perlu dikaji lebih mendalam.
Jika dilakukan pentahapan proses yang didasarkan pada urutanproses yang terjadi pascapenyembelihan, proses awal yang terjadi pada daging dikenal dengan istilah pre rigor, kemudian diikuti rigor mortis kemudian diakhiri dengan post rigor atau pasca rigor.
Hewan setelah disembelih, proses awal yang terjadi pada daging adalah pre rigor. Setelah hewan mati, metabolisme yang terjadi tidak lagi sabagai metabolism aerobik tapi menjadi metabolism anaerobik karena tidak terjadi lagi sirkulasi darah ke jaringan otot. Kondisi ini menyebabkan terbentuknya asam laktat yang semakin lama semakin menumpuk. Akibatnya pH jaringan otot menjadi turun. Penurunan pH terjadi perlahan-lahan dari keadaan normal (7,2-7,4) hingga mencapai pH akhir sekitar 3,5-5,5. Sementara itu jumlah ATP dalam jaringan daging masih relatif konstan sehingga pada tahap ini tekstur daging lentur dan lunak. Jika ditinjau dari kelarutan protein daging pada larutan garam, daging pada fase prerigor ini mempunyai kualitas yang lebih baik dibandingkan daging pada fase postrigor. Daging pada fase
prerigor. Hal ini disebabkan pada fase ini hampir 50% protein-protein daging yang larut dalam larutan garam, dapat diekstraksi keluar dari jaringan (Forrest et al, 1975). Karakteristik ini sangat baik apabila daging pada fase ini digunakan untuk pembuatan produk-produk yang membutuhkan sistem emulsi pada tahap proses pembuatannya. Mengingat pada sistem emulsi
dibutuhkan kualitas dan jumlah protein yang baik untuk berperan sebagai emulsifier. Tahap selanjutnya yang dikenal sebagai tahap rigor mortis. Pada tahap ini, terjadi perubahan tekstur
pada daging. Jaringan otot menjadi keras, kaku, dan tidak mudah digerakkan. Rigor mortis juga sering disebut sebagai kejang bangkai. Kondisi daging pada fase ini perlu diketahui kaitannya dengan proses pengolahan. Daging pada fase ini jika dilakukan pengolahan akan menghasilkan daging olahan yang keras dan alot. Kekerasan daging selama rigor mortis disebabkan terjadinya perubahan struktur serat-serat protein. Protein dalam daging yaitu protein aktin dan miosin mengalami crosslinking. Kekakuan yang terjadi juga dipicu terhentinya respirasi sehingga terjadi perubahan dalam struktur jaringan otot hewan, serta menurunnya jumlah adenosine triphosphat (ATP) dan keratin phosphat sebagai penghasil energy (Muchtadi dan Sugiyono, 1992). Jika penurunan konsentrasi ATP dalam jaringan daging mencapai 1 mikro mol/gram dan pH mencapai 5,9 maka kondisi tersebut sudah dapat menyebabkan penurunan
kelenturan otot. Pada tingkat ATP dibawah 1 mikro mol/gram, energy yang dihasilkan tidak mampu mempertahankan fungsi reticulum sarkoplasma sebagai pompa kalsium, yaitu menjaga konsentrasi ion Ca di sekitar miofilamen serendah mungkin. Akibatnya, terjadi pembebasan ionion Ca yang kemudian berikatan dengan protein troponin. Kondisi ini menyebabkan terjadinya ikatan elektrostatik antara filamen aktin dan miosin (aktomiosin). Proses ini ditandai dengan terjadinya pengerutan atau kontraksi serabut otot yang tidak dapat balik (irreversible). Penurunan kelenturan otot terus berlangsung seiring dengan semakin sedikitnya jumlah ATP. Bila konsentrasi ATP lebih kecil dari 0,1 mikro mol/gram, terjadi proses rigor mortis sempurna. Daging menjadi keras dan kaku. Keadaan rigor mortis yang menyebabkan karakteristik daging alot dan keras memerlukan waktu yang cukup lama sampai kemudian menjadi empuk kembali.
Melunaknya kembali tekstur daging menandakan dimulainya fase post rigor atau pascarigor. Melunaknya kembali tekstur daging bukan diakibatkan oleh pemecahan ikatan aktin dan miosin, akan tetapi akibat penurunan pH. Pada kondisi pH yang rendah (turun) enzim katepsin akan aktif mendesintegrasi garisgaris gelap Z pada miofilamen, menghilangkan daya adhesi antara
serabut-serabut otot. Enzim katepsin yang bersifat proteolitik, juga melonggarkan struktur protein serat otot .
Mutu daging dikaitkan dengan aspek konsumsi (the eating quality of meat) dipengaruhi oleh
beberapa faktor meliputi:
a. Warna
b. Water holding capacity dan Juiciness
c. Tekstur dan keempukan
d. Odor dan Taste

SOAL SOAL

1. Jelaskan pengertian daging !
2. Jelaskan pengertian karkas !
3. Jelaskan lima tahap yang dilalui untuk memperoleh karkas!
4. Sebutkan empat bagiang potongan karkas daging sapi yang anda ketahui !
5. Jelaskan sifat fisiologis daging setelah penyembelihan !
6. Buatlah sekema atau langkah pembuatan sosis
7. Buatlah sekema langkah pembuatan baso
8. Buatlah sekema langkah pembuatan abon
9. Buatlah sekema langkah pembuatan dendeng
10. Buatlah sekema langkah pembuatan cornet

1 komentar:

  1. LuckyClub Casino Site - Live Casino, Bingo, Roulette
    Lucky Club Casino is a luckyclub.live trusted online casino offering slots, live dealer games, video poker, blackjack, roulette, and casino games.

    BalasHapus